Apa yang harus ku lakukan selanjutnya, ketika ku tahu bahwasannya hari-hariku ini telahmemasuki bulan Rajab. Dua bulan lagi menjaelang bulan yang mulia bagi ummat Islam sedunia, yaitu Ramadlan.
Lalu timbul pertanyaan dalam benakku. Apakah kemudian langkah ini haruslah dipercepat, ataukah sebaliknya, menyimpan tenaga yang ada untuk bekal ketika memasuki bulan Ramadlan. Sepintas logika pikiranku menganggap opsi kedua adalah yang paling masuk akal, dengan dalih, “ya, supaya lebih maksimal dan tidak menghabiskan bensin dulu, maka ada baiknya tenaga yang ada ini disimpan terlebih dahulu. Lalu di keluarkan semaksimal-maksimalnya ketika bulan Ramadlan tiba.” Sepintas serupa dengan logika sebuah kendaraan bermotor yang membutuhkan bahan bakar untuk berlari kencang. Pada awalnya ku berpikir bahwa ketika ku kerahkan semua tenaga di bulan ini, dengan menggunakan logika kendaraan bermotor tadi maka energi yang dialokasikan untuk bulan ramadlan besok mungkin akan terkuras.
“Tapi tidak seperti itu akhi.” ku tersadar, dan terbangun. Logika berpikir yang kugunakan itu keliru, sama sekali keliru. Yang dijadikan bahan bakar sebenarnya dalam konteks ini adalah sebuah hal yang dinamakandengan keimanan. Keimanan akan sebuah balasan yang luar biasa dari Sang Khalik yang sejatinya sudah mempersiapkan pahala bagi siapa yang bersemangat dan bergegas untuk menyambut panggilan-Nya untuk kemudian secara konsisten dan berkesinambungan meng-upgrade ibadah kepada-Nya. Sejatinya, dua bulan ini (sebelum Ramadlan) adalah bulan penempaan. Dua bulan ini adalahbulan penggemblengan, bulan persiapan, apakah kita kemudian sudah siap ketika akan menginjakan kaki kita di bulan Ramadlan. Jangan sampai bekal kita kurang, jangan sampai apa yang kita persiapkan, apa yang kita benahi dalam rangka menyambut tamu agung terlewati dengan tindakan-tindakan kita yang biasa saja.
So akhi.. . Jadikan bulan ini bulan yang penuh dengan kesempatan. Kesempatan tuk memperbaiki diri. Dengan semangat mendekatkan diri pada Illahi Rabbi, demi menyambut tamu agung yang di tunggu-tunggu. Tamu agung seluruh ummat Islam di dunia. Janganlah ragu akhi, untuk melangkah lebih cepat, bahkan berlarilah secepat apapun juga semampumu. Jangan lemah, Jangan patah semangat, Jangan sia-siakan waktu hidupmu, karena setiap detik begitu berarti, apalagi di bulan Rajab ini. Tingkatkan amal yaumi, kokohkan keimanan, dan perkecil waktu luang kita. Selamat berlari, gapai kecepatan maksimum dengan akselerasi optimal..
Alloohumma Baarik Lana Fii Rojabin Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana.
Selengkapnya...
27 Juni 2009
Berlari atau tetap menunggu....
18 Juni 2009
Dari Gerbong Terakhir, Membawa Sekeranjang Harapan
Ku ketika itu, entah apa yang ada dipikiranku. Segalanya bercampur menjadi satu. Tumpah ruah memenuhi jagad benakku yang sudah tidak cukup lagi. Rasa bangga, haru, was-was, deg-degan, kesal, malu, sombong. Kesemuanya menjadi satu. Entah mana yang dominan dalam pikiranku, seakan semua sudah melebur jadi satu. Terduduk di bangku kereta di gerbong terakhir bersama sahabatku, memimpikan hari esok yang bersejarah. Sore yang tiada indah karena tidak berselimutkan jingga langit di sekitaran matahari tenggelam nun jauh disana. Riuh penumpang kereta membicarakan topik-topik tertentu tergantung umur, dan latar belakang mereka. Ku dan sahabatku melihat sekeliling, penuh dengan rasa heran dan bertanya-tanya. Tidak seperti biasanya, kereta yang kami tumpangi masih menyisakan banyak bangku kosong tak berpenghuni. Apakah karena ini hari kerja ?. Ah tapi ku rasa tidak, karena ketika ku ingat-ingat ini adalah hari ahad. Lalu mengapa ?, apakah karena ini gerbong terakhir jadi dianggap sebagai gerbong sisa ? Ku segera melupakannya dan bersegera untuk menikmati perjalanan jauh ke sebuah kota pengharapan bernama Jakarta.
Sembari ku nikmati perjalanan, ku segera memasang jack earphone ke dalam ponsel musik baruku, dan setelah itu, buru-buru ke masukkan earphone menghujam ke dalam telingaku. Tak lama kemudian, alunan musikpun bergema menembus gendang telingaku, pun juga sahabatku yang duduk disebelah kananku, melakukan hal yang sama dengan ku. Berusaha untuk menghabiskan perjalanan dengan aktivitas mendengarkan dendangan musik yang menyemangati. Terlepas dari kontroversi akan musik itu sendiri dalam agama mulia ini, ku segera terlarut dalam alunan melodi nasyid haroki yang menggetarkan jiwa, sekaligus membakar semangat, dan mendorong-dorong tangan ku untuk mengepal dan melantangkan seruan Allahu akbar ke udara. Akan tetapi keinginan hanyalah sebatas keinginan terpendam saja. Ekspresi yang sudah mau lepas ini seakan kandas begitu saja, redam dan tidak bernilai. Satu lagu berlalu, terus hingga satu album yang sekiranya hingga sepuluh lagu berputar di kepalaku, hingga tak terasa waktu sembahyang maghrib pun telah tiba.
Di gerbong terakhir di sebuah kereta penuh harapan di sore itu, ku dan sahabatku bersegera untuk menghadiri pertemuan penting dengan Sang Pencipta kami yang begitu menyayangi kami berdua hingga kami masih bisa diberi kesempatan untuk hidup di sore itu dan bahkan berharap untuk hari esok. Didahului dengan tayamum selayaknya sebuah ritual peribadatan saat ini, kami membasuh segala dosa diri, segala kotor diri dengan debu yang sekiranya melekat di sekitar kami, hingga akhirnya kami terlarut dalam kekhusyukan pertemuan nan agung ketika itu. Sekaligus sembahyang isya kami lakukan karena mengingat keringanan yang diberikan oleh Sang Pencipta kami karena kami sedang dalam perjalanan jauh menuju kota harapan.
Diriku masih meraba-raba apa yang terjadi ketika mentari esok hari telah terbit merona, Ku juga tidak mengetahui pengalaman baru apa yang akan ku dapati esok hari, sehingga membuat ku seperti orang yang kehilangan kesadaran karena terus saja memikirkan hari esok yang tak tentu. Entah apa yang dipikirkan oleh sahabat di sebelahku, apakah apa yang ia pikirkan sama sepertiku,hanya dia dan Dzat yang Maha Mengetahui saja yang tahu. Terlarut dalam buaian khayalan-khayalan semu, ku terdiam sesaat, dengan ditemani oleh bunyi gesekan roda kereta dengan bantalan rel yang khas. Hingga ku terlelap ke dalam tidur nyenyakku sembari ku dengarkan alunan musik kembali, kali ini yang ku pilih adalah lantunan melodi nasyid yang syahdu, dengan harmonisasi suara yang lembut dan memanjakan jiwa, nasyidnya ikhwan-ikhwan kesepian, obat manjur untuk membuatku nyenyak tertidur.
Hari sudah gelap, dan Ku terbangun ketika pak kondektur menagih karcis kepadaku. Ku terkaget dan linglung seketika, apa yang mau ku perbuat, ku tak tahu. Pandanganku kabur, tak jelas, menambah kegugupanku ketika itu, khawatir apabila karcis kereta tidak ketemu, bakalan sama nasibnya dengan bapak-bapak yang sore ini kedapatan tidak membawa karcis kereta, nasibnya membuat iba, tapi mau bagaimana lagi. Dan alhamdulillah ketemu, setelah sekian lama mencari dan wajah pak kondektur yang sudah mulai berubah menjadi wajah-wajah tak sabaran. Nih pak... . Akan tetapi permasalahanku belum usai, pandanganku menjadi kabur dan setelah ku sadari kacamata yang telah menemaniku sekian lama tidak ada di tempatnya, kontan ku cemas, khawatir kacamata itu hilang atau remuk terinjak orang yang lalu lalang di gerbong terakhir. Tapi lagi-lagi karena pertolongan dari Rabb-ku, kacamata ku akhirnya ditemukan di bawah koran tempat seseorang penumpang terlelap yang tidak tahu situasi sekitar.
Alhamdulillah,untunglah kacamataku segera ditemukan, maka segeralah ku putuskan ketika itu tuk mempersiapkan hari bersejarah esok hari. Penambahan kapasitas yang sungguh akan bermanfaat untuk berupaya di hari esok. Harapan rekan-rekan yang di bebankan ke pundak kami menjadi sebuah tanggungan akan sebuah kewajiban untuk membawa sebuah misi perubahan. Sejalan kereta bergerak dengan cepatnya membelah daerah persawahan nan sunyi, ku baca beberapa artikel yang pada hari sebelumnya telah kukumpulkan untuk menambah kapasitas tim kami dalam rangka mempersiapkan hari esok. Rasa kantuk pun tak terbendung oleh upaya yang dikerahkan oleh ku untuk tetap menjaga mata ini untuk tetap terbuka paling tidak hanya seperberapa inchi saja. Perlahan ku terlelap di keheningan malam dengan bumbu hawa panas nan pengap karena sesaknya manusia di dalam gerbong terakhir itu.
Ya, ku tertidur dan terlelap di dalam gerbong terakhir. Sangat nyenyak hingga suara pedangang asongan yang lalu lalang di kereta sebagai ikhtiar kehidupan mereka pun tak terdengar oleh ku. Memang menarik ketika memperhatikan aktivitas dari penjaja minuman, nasi bungkus, sale pisang dan sebagainya, menyuarakan apa yang didagangkan dengan suara-suara yang khas, dan terkesan unik. Dari mulai suara serak bapak-bapak hingga suara melengking ibu-ibu penjual kopi, jahe hangat, serta mie instant menjadi variasi kegaduhan ketika itu. Tapi ku tetap saja tidak mendengarkan dinamika kegaduhan itu. Ya, kunikmati tidurku hingga esok hari terbangun dan segera bergegas untuk berlari menyambut ketidakpastian dalam hidup yang telah menunggu
TO BE CONTINUED....
Selengkapnya...
17 Juni 2009
Sa’d bin Abi Waqqash : Satu Lagi Lambang Kejayaan Islam
Kalau kita kemudian ditanya, siapakah sahabat Rasulullah yang hebat dalam peperangan pasti jawabannya akan banyak variasinya. Tapi kemudian jika ditanyakan lebih spesifik lagi, siapakah sahabat Rasulullah yang lihai dalam menggunakan senjata-senjata yang ada saat itu seperti panah dan pedang untuk selanjutnya digunakan untuk berperang, maka pikiran kita akan menuju pada satu nama yaitu, seorang sahabat yang tergolong dalam sahabat Rasulullah yang dapat menikmati indahnya berislam terlebih dahulu dibandingkan dengan sahabat-sahabat yang lainnya, ialah Sa’d bin Abi Waqqash. Sahabat yang memiliki nama asli Sa’d bin Malik Az-zuhri ini sungguh luar biasa. Seorang sahabat yang berasal dari kaum muahjirin yang senantiasa setia terhadapa ajaran-ajaran yang dibwa oleh Rasulullah Muhammad Shalallahu alaihi wasalam.
Beliau memiliki dua keistimewaan dalam hidupnya. Yang pertama ialah, Beliau adalah orang pertama yang menggunakan panah untuk membela agama Allah. Dan juga beliaulah yang pertama kali pula terkena anak panah dalam pertempuran pada masa Rasulullah. Beliau sangatlah lihai dalam menggunakan anak panah. Ketika beliau sudah memegang busur serta anak panahnya, maka siap-siaplah kaum kafir, anak panah itu siap mengincar dan menghujammu. Dan yang kedua, keistimewaan beliau adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan kedua orangtua Rasulullah. Maka ketika perang Uhud berkecamuk, Rasulullah pun bersabda, “Panahlah hai Sa’d ! Ibu bapakku menjadi jaminan
Selain memiliki dua keistimewaan diatas, Sa’d bin Abi Waqqash dikenal sebagaiseorang sahabat yang memiliki aqidah yang luar biasa jernih sehingga beliau merasa sangat dekat dengan Tuhannya. Dan sebagai bentuk kedekatannya itu Sa’d adalah sahabat yang do’anya di ijabah oleh Allah. Sempat ketika itu diceritakan bahwasannya ada seorang yang mencaci kawan Sa’d pada masa itu seperti Ali ra, Thalhah ra. Dan Sa’d pun kontan menegurnya. Lalu orang itu tidak peduli. Lalu kemudian Sa’d pun berdoa kepada Allah untuk kemudian menimpakan keburukan kepada orang tersebut. Beberapa lama kemudian tiba-tiba ada seekor unta yang kesetanan, mengamuk di tengah kerumunan seakan ada yang dicari oleh unta tersebut. Lalu benar, unta tersebut mengincar orang yang mencaci maki tadi, lalu diinjaknya hingga tewas.
Beliau adalah seorang sahabat yang luar biasa berani di setiap pertarungan. Beliau dijuluki sebagai “Singa yang menyembunyikan kukunya”, mengibaratkan pada kita semua bahwa kekuatan yang dimilki atau keistimewan yang dimiliki bukan kemudian untuk dipamerkan tapi untuk digunakan selayanya, pada waktu yang tepat untuk kegunaan yang tepat. Ibarat seekor singa yang cantik yang senantiasa menyembunyikan kukunya di setiap singa tersebut tidak dalam kondisi mencari mangsa, akan tetapi tetap siaga ketika bahaya atau ketidakadilan itu muncul maka dengan cepatnya kuku sang singa itu langsu keluar dan siap mengancam siapa yang mengganggunya.
Beliau juga dikenal sebagai seorang sahabat yang dermawan. Orang yang memilik banyak harta dan tentunya keseluruhan dari hartanya didapat dari jalan yang halal. Berbeda dengan realitas yang terjadi saat ini. Banyak mereka yang menimbu kekayaan tanpa memperhatikan jalan merengkuh kekayaan tersebut. Dan setelah kekayaan itu menggunung, kebanyakan dari mereka itu lupa untuk kemudian menyisihkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Itu yang membuat tokoh ini patut di teladani oleh orang-orang ang menjadi pengusaha zaman sekarang.
Beliau adalah sosok seorang panglima tapi ia juga seorang prajurut yang taat akan perintah yang diberikan. Beliau pernah diamanahi menjadi gubernur Irak pada saat itu, dan terlihat ketika beliau memimpin terjadi ekspansi wilayah kota Kufah dan melangsungkan pembangunan di kota tersebut dan ajaran Islam diberlakukan di kota ini.
Begitu banyak keteladanan yang dimiliki olehnya. Banyak kemudian nilai-nilaiyang ditanamkan kepada generasi penerus ummat ini. Dengan karunia usia yang panjang, beliau tidak kemudian menyia-nyiakan karunia tersebut. Beliau sangatlah taat menjalankan perintah-Nya. Luar biasa tangguh disetiap peperangan. Hingga pada akhir hayatnya sosok seorang Sa’d akan terus dikenang hingga kini.
Selengkapnya...